Bagi mereka yang telah kehilangan, bukan hal mudah untuk menerima kenyataan bahwa yang tampak oleh mata kini beralih tanpa diminta.
Bagiku, merelakan adalah sebuah penerimaan atas singgungan perasaan. Memahami dalam hening jika perasaan dua insan tak lagi sedekat bibir dan kening.
Mengapa merelakan menjadi bukti sebuah penerimaan?
Aku masih memikirkanmu menjelang tidur. Menaruh harapan jika tumpukan ceritaku akan kaudengar sebelum nafasmu kembali teratur. Lalu meminta Tuhan mengembalikan kenyamanan yang pernah menjadi pelipur.
Apa yang harus kurelakan ketika sosokmu yang selalu kuinginkan?
Kemarilah, dengarlah ceritaku, kan kuceritakan jika aku tak lagi pandai mengeluh.
Bukankah itu yang kau mau?
Memintaku lebih banyak bersyukur tanpa harus menghitung dan mengukur.
Ajari aku untuk rela, membenahi retak yang tak lagi sepetak, menggarisbawahi cerita yang sulit dicerna otak, serta menutup malam tanpa tangis terisak.
Aku lelah, ternyata merelakan tak semudah mengucap setia, menemani sampai tua untuk sebuah bahagia.
Tuhan, tolong relakan hatiku menerima garis takdir-Mu.
Kuatkan aku menjadi perempuan yang Engkau mau. Perkenankan aku menjadi pribadi yang kembali utuh. Menebus semua kesalahan di masa lalu untuk awal yang tak lagi dianggap keliru.
Tuhan, bukan penyesalan yang kumau, tapi kerelaan hatiku melepasnya menjauh. Melihatnya bahagia tanpa perih yang tiba-tiba menyergap. Memandang cermin tanpa takut mataku sembab.
Kamis, 28 Mei 2020
Jumat, 03 April 2020
Kehilangan
Belum rampung seluruh kebahagiaan, rumpang lagi karena kehilangan. Belum selesai mengeratkan genggaman, harus usai di tengah jalan.
Aku tau kita salah, aku tau kita takkan saling tega. Tapi aku selalu mau yang terbaik untuk kita, meski tak mungkin untuk saling berjabat selamanya.
Malam itu, kenyataan pahit harus kutelan mentah-mentah, awal dari hilang yang sesungguhnya.
Malam itu, hidungku tersumbat, demamku semakin hebat, dan kamu yang tak lagi bisa kupeluk erat.
Aku kehilanganmu,
ketika seharusnya aku mampu untuk tak melepas tautan jemarimu.
Kita selesai, pada bab yang seharusnya tak saling abai.
Aku dan seluruh kekuatanku untuk mempertahankan kita, habis lenyap dilibas realita bahwa 'kita' bukan lagi satu makna.
Aku dan seluruh keinginanku untuk mempertahankan kita, hancur lebur tak berbentuk oleh waktu yang tak lagi mampu ditemui makhluk.
Bagaimana bila dipaksa mengakhiri kala masih mencintai?
Aku tak ingin egois, memintamu bertahan untuk penantian tanpa dambaan. Aku pun tak ingin semakin dalam menancapkan duri pada hati yang tak ingin disinggahi.
Semoga dipertemukan dengan yang mampu mengerti dan menggenapi, mencintai tanpa menyakiti, serta mengobati dengan ribuan kasih.
Terima kasih untuk tak pernah menjanjikan kebahagiaan. Terima kasih sempat memilihku menjadi akhir peristirahatan.
Maaf atas kata yang sempat terucap.
Dariku, perempuan yang selalu ingin menetap.
Langganan:
Komentar (Atom)
Merelakan
Bagi mereka yang telah kehilangan, bukan hal mudah untuk menerima kenyataan bahwa yang tampak oleh mata kini beralih tanpa diminta. Bagiku,...
-
Bagi mereka yang telah kehilangan, bukan hal mudah untuk menerima kenyataan bahwa yang tampak oleh mata kini beralih tanpa diminta. Bagiku,...
-
Banyak hal diawali dengan baik tapi tidak semua hal diakhiri dengan baik. Ini cerita kita yang tak mampu merawat cinta kemudian timbul luka...
-
Aku sering menolak ingat perihal perpisahan. Sebuah kenyataan yang akan membawa kita menuju akhir sebuah pertemuan. Aku menyadari betapa i...